HUBUNGAN ANTAR INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT
Individu
Individu merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat. Dalam ilmu sosial, individu berarti juga bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil.
Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
KONSEP INDIVIDU DAN KONSEP KELUARGA
Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek yaitu aspek organis jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial. Dalam perkembangannya menjadi ‘manusia’, sebagaimana diistilahkan oleh Dick Hartoko, individu tersebut menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi inilah yang membantu individu mengembangkan ketiga aspeknya tersebut.
Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga, mengingat salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi atas nilai, norma dan simbol yang dianut masyarakat kepada anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga di mana dalam proses pengorganisasiannya mempunyai latar belakang maksud dan tujuannya sendiri. Pranata keluarga ini bukanlah merupakan fenomena yang tetap melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di dalam pranata keluarga ini terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga ini. Akan tetapi bagi kalangan yang lain apa pun krisis yang terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.
Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
KONSEP MASYARAKAT
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan-alasan tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial. Pembentukan kehidupan bersama itu sendiri melalui beberapa tahapan yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, maka terbentuklah apa yang dinamakan masyarakat yang bentuknya antara lain adalah masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, dan industri. Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial, dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan untuk mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama. Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh masyarakat selalu berubah di mana cakupannya bisa bersifat mikro maupun makro.
Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT
Aspek individu, keluarga, dan masyarakat adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Tidak akan pernah ada keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di samping itu, individu juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan mencapai potensinya sebagai manusia.
Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah individu mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga pula individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu mengejewantahkan apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Mengenai hubungan antara individu dan masyarakat ini, terdapat berbagai pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-pendapat tersebut diwakili oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber. Individu belum bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa disebut individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.
Masalah
Masalah yang seringkali kita temui dalam hubungan individu, keluarga dan masyarakat adalah adanya sebuah konflik.Penyebab konflik sangatlah kompleks dan tidak berdiri sendiri, tetapi dilatarbelakangi oleh berbagai dimensi dan latar peristiwa. Konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat bisa berlatar belakang ekonomi, politik, kekuasaan, budaya, agama, dan kepentingan lainnya. Simaklah contoh konflik berikut.
Keluarnya keputusan Menteri Perdagangan Marie E. Pangestu mengenai impor beras dari Vietnam sebanyak 70.050 ton mulai menuai kecaman. Kurang lebih 600 petani yang berasal dari Karawang, Bogor, Batang, Pekalongan, Cibaliung (Banten), dan Lampung yang mengaku tergabung dalam Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) berunjuk rasa di depan kantor Departemen Perdagangan, Jakarta. Para pengunjuk rasa menolak keputusan impor beras yang dikeluarkan oleh pemerintah pada 1 November 2005. (Pikiran Rakyat, 19 November 2005).
Apa yang menjadi latar belakang munculnya konflik tersebut?
Apabila Anda amati dengan saksama, setidaknya ada dua kepentingan berbeda yang menjadi penyebab munculnya konflik tersebut. Kepentingan pertama, kebijakan pemerintah untuk melakukan impor beras dari Vietnam merupakan kepentingan politik. Kepentingan kedua, para petani yang tergabung dalam FSPI menolak adanya impor beras karena dapat menurunkan harga beras di pasar nasional sehingga dapat merusak pendapatan petani dan ini merupakan kepentingan ekonomi. Dua kepentingan tersebut (politik dan ekonomi) telah melatarbelakangi munculnya konflik tersebut. Indonesia memiliki struktur masyarakat yang unik. Secara horizontal, Indonesia ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, bahasa, dan perbedaan yang bersifat kedaerahan. Perbedaan secara horizontal ini menjadi ciri khas masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk.
Istilah majemuk mula-mula diperkenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.
Hukum kausalitas (sebab-akibat) menyebutkan bahwa akibat yang ditimbulkan suatu peristiwa merupakan hasil dari adanya sebab yang ditimbulkan. Konflik tidak akan terjadi jika tidak ada pemicunya. Oleh karena itu, kita harus berpedoman pada sebab-akibat untuk mencapai suatu pemecahan masalah. (Sumber: Pengantar Sosiologi, 2001)
Indonesia memiliki kompleksitas budaya yang plural (plural societies) dan heterogen (masyarakat majemuk), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen-elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan politik. Pertanda paling jelas dari masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk itu adalah tidak adanya kehendak bersama (common will). Elemen-elemen masyarakat Indonesia secara keseluruhan terpisah satu sama lain. Setiap elemen lebih merupakan kumpulan individu-individu daripada suatu keseluruhan yang organis. Sebagai individu, kehidupan sosial mereka tidaklah utuh. Oleh karena itu, konflik yang terjadi di Indonesia seringkali bersumber dari adanya perbedaan dan pertentangan antar latar belakang sosio kultural. Indonesia dapat dianggap sebagai negara yang memiliki modal kedamaian sosial yang rendah.
Kerusuhan demi kerusuhan terus terjadi di berbagai pelosok tanah air di Indonesia. Terlebih lagi ada keinginan setiap daerah untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia karena salah menafsirkan Undang-Undang Otonomi Daerah. Menurut DuBois dan Miley, sumber utama terjadinya konflik dalam masyarakat adalah adanya ketidakadilan sosial, adanya diskriminasi terhadap hak-hak individu dan kelompok, serta tidak adanya penghargaan terhadap keberagaman.
Ketiga faktor tersebut biasanya sangat berkaitan dengan sikap-sikap dan perilaku masyarakat yang ditandai dengan hal-hal berikut.
1. Rasisme, adalah sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya atau perasaan superioritas yang berlebihan terhadap kelompok sosial tertentu. Rasisme sering diberi legitimasi atau klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan yaitu individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan, dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.
2. Elitisme, merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial yang berdasarkan pada kekayaan, kekuasaan, dan prestise. Individu atau kelompok yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat.
3. Gender, merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin tertentu memiliki kelebihan atas jenis kelamin lainnya. Pandangan ini seringkali didukung oleh penafsiran (interpretation), tradisi-tradisi budaya, dan atau kebiasaan keagamaan yang pada umumnya memandang wanita lebih rendah daripada laki-laki.
4. Usia, menunjuk pada sikap-sikap negatif terhadap proses ketuaan. Proses ini sangat meyakini bahwa kategori usia tertentu memiliki sifat yang rendah (inferiority) dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Oleh karena itu, perlakuan yang tidak adil dapat dibenarkan. Meskipun hal ini umumnya diterapkan kepada manusia lanjut usia (manula), sikap ini sering pula ditujukan kepada anak-anak.
5. Prasangka atau sikap-sikap negatif terhadap orang yang memiliki kecacatan. Orang yang memiliki kecacatan (tubuh, mental) secara otomatis sering dianggap berbeda dan tidak mampu melakukan tugas-tugas kehidupan sebagaimana orang normal. Orang dengan kecacatan atau penyandang cacat (persons with disabilities) seringkali dipandang sebagai orang yang secara sosial tidak “matang” dan tidak mampu dalam segala hal.
Konflik sosial yang terjadi umumnya melalui dua tahap yang dimulai dari tahap disorganisasi atau keretakan dan terus berlanjut ke tahap disintegrasi atau perpecahan. Timbulnya gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi adalah akibat dari hal-hal berikut.
1. Ketidaksepahaman para anggota kelompok tentang tujuan masyarakat yang pada awalnya menjadi pedoman bersama.
2. Norma-norma sosial tidak membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.
3. Kaidah-kaidah dalam kelompok yang dihayati oleh anggotanya bertentangan satu sama lain.
4. Sanksi menjadi lemah bahkan tidak dilaksanakan dengan konsekuen.
5. Tindakan anggota kelompok sudah bertentangan dengan norma-norma kelompok.
Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya konflik disebabkan oleh hal-hal berikut.
1. Adanya perbedaan pendirian atau perasaan antara individu dan individu lain sehingga terjadi konflik di antara mereka.
2. Adanya perbedaan kepribadian di antara anggota kelompok disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan.
3. Adanya perbedaan kepentingan atau tujuan di antara individu atau kelompok.
4. Adanya perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat yang diikuti oleh adanya perubahan nilai-nilai atau sistem yang berlaku dalam masyarakat.
Alternatif penanggulangan konflik
Setiap individu atau kelompok masyarakat memiliki jenis dan bentuk konfliknya sendiri-sendiri. Setiap individu atau kelompok dalam masyarakat juga memiliki gaya tersendiri dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik tersebut. Anda simak dengan saksama kedua contoh konflik berikut ini.
Contoh 1: Ujang merupakan seorang anak yang berasal dari desa di Sukabumi. Untuk mengadu nasibnya, si Ujang pergi ke Jakarta mencari pekerjaan agar dapat membantu kehidupan keluarganya di kampung. Pertama kali si Ujang menginjakkan kakinya di kota metropolitan, ia dihadapkan pada sekelompok preman yang sedang mabuk-mabukan. Keluguan dan kepolosan si Ujang menjadi sasaran sekelompok preman tersebut. si Ujang yang penyabar berusaha mengalah untuk menghindari preman-preman itu karena ia merasa tidak berdaya untuk menantang mereka dan lebih baik menarik diri dari situasi tersebut daripada menghadapinya.
Contoh 2: Menjelang HUT Kemerdekaan RI, para remaja yang tergabung dalam kelompok Karang Taruna Desa Mardika mengadakan rapat tentang kegiatan yang akan diselenggarakan pada HUT tersebut. Budi sebagai ketua karang taruna sudah memiliki program tersendiri dengan mengadakan kegiatan parade band. Hal tersebut ditujukan untuk dapat mewadahi kreativitas para pemuda dalam bermain musik yang selama ini sedang menjadi trend di desanya. Akan tetapi, gagasan Budi tersebut mendapatkan tentangan dari para anggotanya karena acara tersebut membutuhkan biaya sangat besar. Budi dan para anggota karang taruna berusaha mencari jalan keluar dari perbedaan pendapat tersebut agar kegiatan dapat terlaksana tanpa mengeluarkan biaya yang besar.
Dari kedua contoh tersebut, tentunya Anda dapat memahami bahwa dalam menghadapi konflik, setiap orang atau kelompok memiliki cara penanganan konflik yang berbeda-beda. Contoh 1 merupakan cara menghindar dari situasi konflik yang sedang dihadapi, sedangkan contoh 2 adalah cara musyawarah sehingga konflik dapat diselesaikan dengan baik.
Tiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam menangani konflik. Cara ini dipelajari sejak masih anak-anak dan tampaknya berfungsi secara otomatis.
Dalam konflik selalu ada dua kepentingan utama, yaitu sebagai berikut.
1. Kepentingan untuk mencapai tujuan pribadi. Misalnya, dalam hal ini Anda berada dalam konflik karena Anda mempunyai tujuan pribadi yang bertentangan dengan tujuan orang lain. Tujuan tersebut bisa sangat penting bagi diri Anda, tetapi bisa juga kurang penting.
2. Kepentingan untuk tetap memelihara hubungan baik dengan orang lain. Dalam hal ini, Anda harus mampu bekerja sama secara efektif dengan orang tersebut pada masa yang akan datang. Hubungan itu mungkin sangat penting bagi diri Anda, tetapi mungkin juga kurang penting.
Apakah Anda mempunyai sahabat? Di antara dua orang atau lebih yang menjalin persahabatan, biasanya memiliki hubungan yang baik, toleransi yang tinggi, saling membantu dan bekerja sama, serta saling menolong dalam kesusahan. Sikap seperti ini hendaknya tertanam dan terus dijaga dalam diri Anda. Akan tetapi, pribadi Anda tidak harus selamanya sama dengan orang lain karena memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda. Pada saat keinginan Anda tersebut berbeda dengan sahabat Anda maka sebagai sahabat akan saling menghargai dan bekerja sama agar keinginan masing-masing dapat tercapai tanpa ada memaksakan kehendak. Dengan demikian, hubungan baik Anda dengan sahabat akan tetap terjaga dan terpelihara walaupun ada dua kepentingan yang berbeda.
Adanya dua kepentingan yang berbeda tersebut dapat mempengaruhi cara bertindak dalam suatu konflik. Dengan melihat dua kepentingan tersebut, dapat diungkapkan lima cara dalam menangani konflik, yaitu sebagai berikut.
1. Menghindar
Cara ini seolah-olah seperti kura-kura yang menarik diri ke dalam tempurungnya untuk menghindari konflik. Tipe ini mengorbankan tujuan pribadi ataupun hubungannya dengan orang lain. Orang ini berusaha menjauhi masalah yang menimbulkan konflik ataupun orang yang bertentangan dengannya. Orang yang menggunakan cara ini yakin bahwa tidak ada gunanya berusaha menyelesaikan konflik, ia merasa tak berdaya. Ia yakin akan lebih mudah menarik diri (secara fisik ataupun psikologis) dari situasi konflik daripada harus menghadapi konflik.
2. Memaksakan Kehendak
Orang dengan cara ini berusaha menguasai lawan-lawannya dengan memaksa mereka untuk menerima penyelesaian konflik yang diinginkannya. Tujuan pribadinya dianggap sangat penting, sedangkan hubungan dengan orang lain kurang begitu penting. Tipe ini tidak peduli terhadap kebutuhan orang lain, ia tidak peduli apakah orang lain menyukai dan menerima dirinya atau tidak. Ia menganggap bahwa konflik harus diselesaikan dengan cara satu pihak menang dan pihak yang lain kalah. Orang ini ingin menjadi pemenang karena kemenangan akan memberi rasa bangga dan sebaliknya, kekalahan akan menimbulkan perasaan lemah, rasa tidak mampu, dan rasa gagal. Ia berusaha menang dengan menyerang, menguasai, mengatasi, dan melakukan intimidasi terhadap orang lain.
3. Menyesuaikan pada Keinginan Orang Lain
Pada gaya ini, hubungan dengan orang lain sangat penting, sedangkan tujuan pribadi kurang begitu penting. Orang tipe ini ingin diterima dan disukai orang lain. Ia merasa bahwa konflik harus dihindari demi keserasian (harmoni) dan ia yakin bahwa konflik tidak dapat dibicarakan jika merusak hubungan baik. Ia khawatir apabila konflik berlanjut, seseorang akan terluka dan hal itu akan menghancurkan hubungan pribadi dengan orang tersebut. Ia mengorbankan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain. Orang dengan cara ini seolah-olah berkata: “aku mengorbankan tujuanku dan membiarkanmu mendapat apa yang kau inginkan agar kau menyukai diriku”. Orang ini berusaha memperhalus situasi konflik yang terjadi.
4. Tawar-Menawar
Tawar-menawar ini cukup memperhatikan tujuan pribadi dan juga hubungannya dengan orang lain. Orang seperti ini biasanya mencari kompromi, ia mengorbankan sebagian tujuan pribadi dan membujuk orang lain yang berkonflik dengan dirinya agar ikut berkorban juga. Tipe ini mencari penyelesaian terhadap konflik yang menempatkan kedua belah pihak memperoleh sesuatu, seolah-olah bertemu di tengah antara kedua kedudukan ekstrim (mementingkan tujuan pribadi dan mementingkan hubungan dengan orang lain). Ia ingin mengorbankan sebagian tujuan pribadi ataupun hubungannya dengan orang lain untuk mencapai persetujuan ke arah kebaikan bersama.
5. Kolaborasi
Cara ini sangat menghargai tujuan pribadi dan hubungannya dengan orang lain. Ia memandang konflik sebagai masalah yang harus diselesaikan. Orang tipe ini memandang konflik untuk meningkatkan hubungan dengan cara mengurangi ketegangan kedua belah pihak. Ia berusaha memulai sesuatu pembicaraan yang dapat mengenali konflik sebagai suatu masalah. Tipe ini memelihara hubungan dengan cara mencari pemecahan yang memuaskan kedua belah pihak. Ia tidak akan merasa puas sampai menemukan suatu penyelesaian yang dapat mencapai tujuan pribadinya dan tujuan orang lain. Ia juga tidak akan merasa puas sampai ketegangan dan perasaan negatif dapat diselesaikan sepenuhnya.
Kapan Anda harus menggunakan cara tersebut untuk menangani konflik? Berikut ini terdapat beberapa petunjuk yang bisa membantu.
1. Apabila tujuan pribadi tidak begitu penting dan Anda juga merasa tidak perlu memelihara hubungan dengan orang lain maka Anda dapat menghindar. Menghindari rasa permusuhan orang yang tak dikenal di jalan, di mall, atau di terminal merupakan cara paling baik yang dapat dilakukan.
2. Jika tujuan pribadi sangat penting, tetapi hubungan dengan orang lain tidak begitu penting maka Anda dapat bertindak dengan memaksakan kehendak. Misalnya, pada saat Anda membeli barang-barang “obralan”, berusaha memasuki restoran yang penuh sesak pengunjung, atau berdesakan untuk memperoleh tempat di bus pada saat mudik.
3. Jika tujuan pribadi tidak begitu penting, tetapi hubungan dengan orang lain sangat penting maka Anda dapat memakai cara menyesuaikan pada keinginan orang lain. Pada waktu salah seorang rekan Anda berkukuh pada pendapatnya sendiri dan Anda bisa bersikap tak peduli terhadap hal tersebut.
4. Jika tujuan pribadi ataupun hubungan dengan orang lain cukup penting bagi Anda dan orang lain, itu sama-sama tidak akan memperoleh apa yang diinginkan bersama maka bisa dilakukan cara tawar-menawar. Misalnya, apabila kapasitas ruangan terbatas, padahal Anda dan rekan kerja menggunakannya bersama maka melakukan negosiasi untuk memperoleh kompromi akan merupakan jalan paling baik untuk menyelesaikan konflik.
5. Jika tujuan pribadi dan hubungan dengan orang lain sangat penting, Anda bisa bertindak dengan cara kolaborasi. Anda dan kelompok belajar Anda memiliki perbedaan pendapat dalam mengerjakan atau menyelesaikan salah satu tugas sekolah maka penggunaan cara kolaborasi merupakan tindakan paling baik.
Anda bersama teman Anda bisa bersama-sama mencari cara memecahkan masalah tersebut tanpa ada yang tersinggung dan tugas sekolah pun dapat diselesaikan dengan baik.
Sumber:
http://suparman11.wordpress.com
http://perpustakaancyber.blogspot.com