Kamis, 11 Januari 2018

PEMANFAATAN NANOTEKNOLOGI DALAM PENGEMBANGAN PUPUK DAN PESTISIDA ORGANIK

ABSTRAK

Perkembangan teknologi dan pemanfaatannya tidak bisa dipungkiri terkait erat dengan peningkatan daya saing industri suatu negara. Peningkatan pengetahuan dan penguasaan terhadap teknologi baru sangat dibutuhkan untuk memenangkan persaingan di era perdagangan global baik oleh pemerintah maupun industri. Salah satu contoh teknologi yang sedang hangat diperbincangkan adalah nanoteknologi. Pemanfaatan nano teknologi sudah dikenal baik diantaranya di bidang kesehatan, industri kosmetik dan pertanian. Pada dasarnya prinsip penemuan nanoteknologi adalah untuk memaksimalkan hasil atau produksi tanaman dengan meminimalkan penggunaan pupuk, pestisida dan kebutuhan lainnya dengan melakukan monitoring kondisi tanah seperti perakaran dan mengaplikasikannya langsung ke target sehingga tidak ada yang terbuang. Untuk pestisida, jika hal ini diterapkan akan dapat meminimalisir penggunaan pestisida pada tanaman karena hanya serangga target saja yang terkena dampaknya. Penggunaan teknologi nano pada pupuk akan memungkinkan pelepasan nutrisi yang terkandung pada pupuk dapat dikontrol. Jadi hanya nutrisi yang benar-benar akan diserap oleh tanaman saja yang dilepaskan, sehingga tidak terjadi kehilangan nutrisi ada target yang tidak dikehendaki seperti tanah, air dan mikroorganisme. Pada pupuk nano, nutrisi dapat berupa enkapsulasi nanomaterial, pelapisan oleh lapisan pelindung yang tipis atau dilepaskan dalam bentuk emulsi dari nanopartikel.

Nano Teknologi
Berdasarkan asal katanya , “nano” itu sendiri berasal dari bahasa latin yang berarti sesuatu yang sangat kecil (dwarf) atau satu per satu milyar (10-9). Teknologi nano dapat didefinisikan sebagai sebuah ilmu yang berhubungan dengan benda-benda yang berukuran 1 hingga 100 nm, yang meiliki sifat berbeda dari bahan asalnya dan untuk mengontrol atau memanipulasi dalam skala atom
Pengaplikasian teknologi nano di bidang pertanian diantaranya dalam rekayasa genetika untuk mendapatkan bibit unggul. Nanopertikel dan nanoemulsi dapat diaplikasikan pada pestisida, pupuk, sensor untuk memantau tanah, Pakan ternak, obat hewan, Pangan, obat herbal dan kemasan antibakteri serta komposit anti persesapan gas.
Nanoteknologi banyak dimanfaatkan dalam berbagai hal misalnya meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan bahan alami dalam tanah, mempelajari mekanisme dan dinamika unsur-unsur nutrisi di dalam tanah.
Manfaat Nano Teknologi di Bidang Pertanian
Pada dasarnya prinsip penemuan nanoteknologi adalah untuk memaksimalkan hasil atau produksi tanaman dengan meminimalkan penggunaan pupuk, pestisida dan kebutuhan lainnya dengan melakukan monitoring kondisi tanah seperti perakaran dan mengaplikasikannya langsung ke target sehingga tidak ada yang terbuang.
Penggunaan teknologi nano pada pupuk akan memungkinkan pelepasan nutrisi yang terkandung pada pupuk dapat dikontrol. Jadi hanya nutrisi yang benar-benar akan diserap oleh tanaman saja yang dilepaskan, sehingga tidak terjadi kehilangan nutrisi ada target yang tidak dikehendaki seperti tanah, air dan mikroorganisme. Pada pupuk nano, nutrisi dapat berupa enkapsulasi nanomaterial, pelapisan oleh lapisan pelindung yang tipis atau dilepaskan dalam bentuk emulsi dari nanopartikel.
Contoh aplikasi nanoteknologi dalam bidang pertanian dalam upaya peningkatan produktifitas pertanian dilaporkan antara lain nanoporous, nanonutrisi, slow-released, nanoenkapsulasi, nanosensor untuk pupuk, air, herbisida, kestabilan tanah dan lain sebagainya. Beberapa ahli berpendapat bahwa pestisida dalam ukuran nano dapat menjadi berbahaya bagi manusia karena bisa menginfeksi kulit atau terhirup dan masuk ke paru-paru kemudian sampai ke otak.
Efektivitas pestisida yang dapat meningkat berkali lipat dengan mengubahnya menjadi nanopartikel bisa dijadikan dasar untuk aplikasi pestisida organik berbahan dasar tanaman seperti rosemary, cengkeh, lavender, kemangi dan beberapa minyak atsiri lain yang berotensi menjadi pestisida nabati.
Nano Teknologi dan Lingkungan
Nanoteknologi dapat digunakan untuk mendegradasi residu pestisida baik itu di air, udara maupun di tanah melalui mekanisme fotokatalis oksida logam dengan menggunakan materi berbahan oksida semikonduktor seperti titanium oksida (TiO2) dan Zinc oksida (ZnO). Melalui proses fotokatalisis, residu pestisida dapat diubah menjadi mineral yang bermanfaat dan tidak membahayakan lingkungan.
Fotokatalisis didefinisikan sebagai suatu proses kombinasi antara fotokimia dan katalis yaitu suatu proses transformasi kimiawi dengan melibatkan cahaya sebagai katalisator yang akan mempercepat transformasi tersebut.
Keistimewaan Nano Teknologi
Keistimewaan sifat nanomaterial adalah bahwa dia mampu melakukan penetrasi lebih cepat dan sifatnya bisa sangat berbeda dengan sifat yang dimiliki ketika zat tersebut masih dalam ukuran lebih besar. Sebagai contoh aurum (gold) akan sangat toksik ketika berukuran nano, tembaga (Cu) memiliki sifat lebih keras dan feromagnetik akan menjadi superparamagnetik pada ukuran 20 nm.
Pestisida nabati yang sudah dibuat dalam bentuk nanopartikel diantaranya yaitu pestisida nabati mimba (Azadirachta indica). Forim membuat nanokapsul (gambar 1) dengan diameter rata-rata mulai 150 hingga 250 nm.
Gambar 1. Nanokapsul berisi ekstrak mimba dengan berbagai perbesaran menggunakan SEM
Kapsul yang sudah diisi rata-rata memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan kapsul yang belum diisi, Dapat dilihat berdasarkan gambar bahwa kapsul yang telah diisi larvasida berukuran lebih besar dibandingkan dengan kapsul kosong.

Gambar 2. Nanokapsul PVP tanpa larvasida dan berisi temefos

Metode Untuk Menghasilkan Nanopartikel
a.      Metode Kopresipitasi
Merupakan metode sintetis senyawa organik yang didasarkan pada pengendapan lebih dari satu substansi secara bersama-sama ketika melewati titik jenuhnya. Biasanya zat pengendap yang digunakan adalah hidroksida, karbonat, sulfat dan oksalat.



b.      Metode sol-gel
Merupakan proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam larutan pada suhu rendah, dimana terjadi perubahan fase dari suspensi koloid (sol) membentuk fase cair kontinyu (gel).
Tahapan proses sol-gel:
1.      Hidrolisis
Pada tahap ini prekursor dilarutkan dalam alkohol dan terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi asam, netral atau basa dan menghasilkan sol koloid.
2.      Kondensasi
Terjadi proses transisi dari sol menjadi gel melibatkan ligan hidroksil untuk menghasilkan polimer dengan ikatan M-O-M
3.      Pematangan (ageing)
Terjadi reaksi pembentukan jaringan gel yang lebih kuat, kaku dan menyusut didalam larutan.
4.      Pengeringan
Proses penguapan laruutan dan cairan yang tidak diinginkan untuk mendapatkan struktur sol-gel yang memiliki luas permukaan tinggi.
Kelebihan : kehomogenan yang lebih baik, kemurnian lebih tinggi, suhu proses relatif rendah, tidak terjadi reaksi dengan senyawa sisa, kehilangan pelarut bisa diperkecil dan pencemaran udara bisa dikurangi.
Kekurangan : harga bahan mentah yang mahal, terjadi penyusutan bahan yang cukup besar pada saat pengeringan, menggunakan senyawa organik yang bisa membahayakan kesehatan dan menghasilkan residu hidroksil dan karbon serta proses yang membutuhkan waktu lama.
c.       Metode Mikroemulsi
Awal tahun 1943 Hoar dan Schulman melaporkan bahwa kombinasi air, minyak, surfaktan dan alkohol atau amina yang merupakan ko-surfaktan menghasilkan larutan yang jernih dan homogen yang dinamakan mikroemulsi.
d.      Metode hidrothermal/solvothermal
Proses solvothermal melibatkan penggunaan pelarut di atas suhu dan tekanan titik didihnya sehingga akan mengakibatkan terjadi peningkatan daya larut dari padatan dan kecepatan reaksi antar padatan. Post hidrothermal merupakan perlakuan pada amterial setelah mengalami proses sol-gel dengan tujuan meningkatkan kristalisasi dari partikel tersebut. Metode ini menggunakan pelarut superkritis dengan beberapa pertimbangan yaitu:
1.      Memiliki tegangan permukaan rendah sehingga kemampuan daya larutnya tinggi
2.      Viskositasnya rendah
3.      Difusitas tinggi sehingga memberikan pengaruh terhadap peningkatan daya larut.

e.       Metode cetakan (templated synthesis)
Cetakan yang digunakan disebut nanoreaktor. Ukuran pori yang halus dan seragam akan membantu nano partikel terbentuk sesuai dengan ukurannya dan mengontrol distribusi ukuran pada produk akhir. Ada dua macam metode yang digunakan untuk memasukan nanopartikel semikonduktor kedalam pori dari material mesopori yaitu:
1.      Proses in situ/post treatment yaitu mencampurkan prekursor nanopartikel dengan misel sebelum terbentuknya material mesopori.
2.      Grafting/penempelan secara langsung nanopartikel ke dalam permukaan pori.

f.        Nanopartikel semi konduktor organik
Merupakan semikonduktor yang menggunakan material organik sebagai material aktifnya. Semikonduktor organik lebih mudah untuk disintesis dan lebih fleksibel secara mekanik. Mekanisme utama semikonduktor ini adalah melibatkan hantaran melalui elektron pi atau elektron yang tidak berpasangan.


Sumber: https://www.researchgate.net/publication/264048884_PEMANFAATAN_NANOTEKNOLOGI_DALAM_PENGEMBANGAN_PUPUK_DAN_PESTISIDA_ORGANIK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar